Minggu, 10 Januari 2010

Pendekatan holistik dalam pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan di kawasan persawahan ber-irigasi.


Pendekatan holistik dalam

pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan

di kawasan persawahan ber-irigasi.

OLEH:

APRIADI S BUSRI

NIM: 2009 360 2007












BAB I. PENDAHULUAN

1,1. Latar Belakang
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan dan pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.

Irigasi merupakan faktor kunci bagi ketahanan pangan di Indonesia, air untuk irigasi pertanian di Indonesia sebagian besar kebutuhannya dipenuhi dari pengunaan air permukaan seperti sungai, danau, waduk (bendungan) yang ditampung dalam bendung dan bendungan, dimana sebagian kecil lainnya dipenuhi dengan menggunakan air tanah. Menurut Data sampai saat ini lahan pertanian di Indonesia yang beririgasi sebesar 1,971, 450 ha lahan pertanian (Prawiro, 2003), sedangkan kebutuhan air untuk 1 ha lahan sawah yang dikelola secara konvensional diperlukan sebanyak 1 liter/detik dengan asumsi laju kehilangan akibat penguapan 1-2 mm perhari, jika kita menghitung dengan cermat untuk satu kali musim tanam selama (3-4 bulan) maka akan dihabiskan air sebanyak 11.509. 200 liter / ha (Prawiro, 2006). Berapa air yang diperlukan untuk mengairi lahan pertanian sebesar di atas?, diperkirakan diperlukan sebanyak 100 milyar m3/tahun. Sementara dari sektor rumah tangga diperkirakan untuk per 1000 orang diperlukan air sebanyak 31.356 m3 /tahun, setiap mencetak sawah satu hektar selama setahun diperlukan air sebanyak 41.109 m3 /tahun, sehingga dapat disimpulkan setiap satu hektar sawah bersaing dengan sekitar 1.300 orang (Prawiro, 2006).
Sementara di sisi lain hasil pencitraan satelit luas hutan Indonesia hanya sebesar 18,57%, idealnya luas hutan harus mencapai 30% dari seluruh total wilayah agar keseimbangan air terjaga (Prawiro, 2006), keadaan ini mengakibatkan Indonesia menjadi daerah langganan Banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Permasalahan lain yang berkaitan dengan air adalah tingkat pencemaran air yang terus meningkat dari tahun ketahun yang disebabkan oleh laju populasi yang tidak terkendali dan fenomena industry “masuk desa, akibat dibukanya “kran” kebebasan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya secara mandiri, membuat daerah beramai-ramai mengikat investor untuk membangun industry didaerahnya dengan menawarkan pajak yang menggiurkan dengan melupakan dan mengabaikan kajian dampak lingkungan, hal ini mengakibatkan roda perekonomian menjadi bergerak lebih cepat seiring dengan gradasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh industri.
Mengupas permasalahan berkaitan dengan air tidak terlepas dari cerita siklus hidrologi air. Akibat dari energi terjadi proses evaporasi pada permukaan bumi dan menghasilkan uap air, kemudian uap air ini akan mengalami kondensasi dan turunlagi ke bumi sebagai hujan (Lubis, 2007). Secara lebih jelas dapat di lihat pada gambar berikut.

Gambar : Siklus Hidrologi

Hujan yang turun kepermukaan bumi, kemudian ada yang mengalir dipermukaan menjadi sungai, danau dan ada sebagian yang terus meresap ke dalam tanah dan sebagian ada yang menguap lagi, air yang mengalir dipermukaan di sebut dengan air permukaan, sedangkan yang meresap ke dalam tanah disebut dengan air tanah. Air yang dimanfaatkan untuk irigasi di Indonesia, biasanya menggunakan air permukaan ini sebagian kecil memanfaatkan air tanah.

1.2. Permasalahan

Perubahan peruntukan lahan persawahan beririgasi didaerah dataran tinggi merupakan suatu proses perubahan iklim dimana tadinya hutan merupakan produksi karbon terbesar maka sejak pengurangan kawasan hutan menjadi daerah persawahan, pemukiman dan kadang kadang industri hasil hutan seperti perkayuan, rotan dan lain lain maka produksi karbon tersebut berkurang yang pada akhirnya nanti kalau dibiarkan terus menerus akan berdampak secara sistemik dalam kerusakan ozon di atmosfir dan hal ini akan menjadi permasalahan hidup manusia di dunia ini.
Permasalahan selanjutnya adalah kebutuhan manusia di Indonesia akan padi yang merupakan sumber konsumsi setiap hari ( pagi, siang, malam ) sangat besar, sesuai dengan standart pegawai negeri setiap bulan mendapatkan jatah beras sebesar 10 kg/bulan, maka kalu dibanding dengan jumlah penduduk di Indonesia yang lebih kurang 220 juta jiwa dan yang menkonsumsi beras sebanyak 90%, maka kebutuhan akan beras sebanyak 198 juta jiwa dikali 10 kg/bulan adalah sebesar 1.980 juta kg/bulan atau 1.980.000 ton/bulan, berarti negara republik Indonesia ini perlu mengadakan beras sebanyak 23.760.000 ton/tahun.sedangkan seperti telah dijelaskan diatas bahwa luas lahan pertanian di Indonesia yang ber irigasi dan non irigasi adalah seluas 1.971.450 ha.
Maka persawahan beririgasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di Indonesia , baik melalui sawah yang beririgasi maupun non irigasi yang mendapatkan air dari hujan maupun pasang surut air laut ( sawah didaerah dataran rendah yang dipengaruhi pasang surut air laut, atau dilahan basah ), pada saat ini permasalahan pencemaran air untuk sawah beririgasi sudah banyak terjadi dan hal ini disebabkan oleh karena pertumbuhan populasi yang tidak terkendali, pertumbuhan populasi ini mengakibatkan terjadinya pergeseran penggunaan lahan (tata guna lahan) dari hutan dan pertanian menjadi wilayah pemukiman dan industri, yang kadang kadang dijadikan anekdot “ menanam padi tumbuhnya rumah “, di satu sisi perubahan ini membawa dampak perubahan ekonomi yang signifikan, namun di sisi lain perubahan ini banyak mengakibatkan permasalahan terhadap lingkungan, berkurangnya daerah resapan air akibat peralihan tataguna lahan mengakibatkan berobahnya musim yang pada akhirnya akan terganggunya proses hidrologi.
Selain itu juga akibat pertambahan populasi dan perkembangan industri yang cukup pesat mengakibatkan produksi limbah industri dan domestik menjadi ikut-ikutan meningkat pula, dan hampir sebagian besar limbah-limbah tersebut dibuang seenaknya di saluran pembuang irigasi dan sungai-sungai tanpa terlebih dahulu melakukan treatment untuk mereduksi air. polutan-polutan berbahaya agar tidak terkontaminasi dalam air sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran.

1.2.1 Akibat Banjir, Erosi, Longsor, Kebakaran hutan

Persawahan di Indonesia saat ini juga sedang mengalami degradasi, sejalan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas lahan persawahan . Proses degradasi multi fungsi lahan yang paling signifikan adalah konversi lahan persawahan , karena proses ini menghilangkan semua fungsi persawahan bersamaan dengan beralihnya fungsi lahan persawahan itu sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan terjadinya erosi dan longsor dan kebakaran hutan atau lahan, Kebakaran hutan atau lahan terjadi setiap tahun di Indonesia, terutama di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua. Menurut Bappenas (1998), di Indonesia sekitar 1,50 juta ha lahan gambut terbakar selama musim kemarau 1997. Parish (2002) melaporkan terjadinya kebakaran lahan gambut seluas 0,50 juta ha di Kalimantan pada musim kemarau 1982 dan 1983. Kebakaran ini menurut Jaya et al. (2000) secara langsung mengakibatkan hilangnya serasah dan lapisan atas tanah humus dan gambut.
Kebakaran hutan juga menimbulkan kerugian seperti gangguan terhadap keanekaragaman hayati, lingkungan hidup, kesehatan, serta kelancaran transportasi (Musa dan Parlan 2002).
Di sisi lain, lahan persawahan juga sering terdegradasi oleh banjir dan longsor. Pada tahun 1998−2004 di Indonesia terjadi banjir 402 kali dan longsor 294 kali, yang mengakibatkan kerugian materiil Rp 668 miliar (Kartodihardjo 2006).
Banjir dan longsor membawa tanah dari puncak atau lereng bukit ke tempat di bawahnya, dan menimbulkan kerusakan lahan persawahan baik di lokasi longsor maupun pada lahan persawahan yang tertimbun longsoran tanah, serta alur di antara kedua tempat tersebut.
Lahan persawahan beririgasi yang terkena banjir dan longsor tersebut jelas terdegradasi multifungsinya. Kondisi sumber daya alam Indonesia cenderung mempercepat laju erosi dan longsor, terutama tiga faktor berikut :

curah hujan yang tinggi,

Lereng yang curam,

Tanah yang peka erosi.

Salah satu faktor atau gabungan faktor-faktor tersebut akan menyebabkan tingginya laju erosi. Dari ketiga faktor alami tersebut, faktor lereng merupakan penyebab erosi alami yang paling dominan di samping curah hujan yang tinggi. Sebagian besar (77%) lahan di Indonesia berlereng >3% dengan topografi bervariasi dari datar agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Lahan datar (lereng 102 Jurnal Litbang Pertanian, 25(3), 2006 <3%) hanya sekitar 42,60 juta ha, kurang dari seperempat wilayah Indonesia

1.2.2 Akibat bahan Agro kimia

Sebagian besar lahan persawahan beririgasi di Indonesia juga mengalami penurunan kualitas akibat penggunaan bahan-bahan agrokimia, seperti insektisida, pestisida, dan herbisida. Penggunaan bahan kimia tersebut meninggalkan residu dalam tanah serta dalam bagian tanaman seperti buah, daun, dan umbi. Data lapangan menunjukkan adanya residu insektisida pada beras dan tanah sawah di Jawa, berupa organofosfat, organoklorin, dan karbamat .
Akibat kebakaran ini hutan menurut Jaya et al. (2000) secara langsung mengakibatkan hilangnya serasah dan lapisan atas gambut. Kebakaran hutan juga menimbulkan kerugian seperti gangguan terhadap keanekaragaman hayati, lingkungan hidup, kesehatan, serta kelancaran transportasi (Musa dan Parlan 2002). Di sisi lain, lahan pertanian juga sering terdegradasi oleh banjir dan longsor. Pada tahun 1998−2004 di Indonesia terjadi banjir 402 kali dan longsor 294 kali, yang mengakibatkan kerugian materiil Rp 668 miliar (Kartodihardjo 2006). Banjir dan longsor membawa tanah dari puncak atau lereng bukit ke tempat di bawahnya, dan menimbulkan kerusakan lahan pertanian baik di lokasi longsor
maupun pada lahan pertanian yang tertimbun longsoran tanah, serta alur di antara kedua tempat tersebut. Lahan pertanian yang terkena banjir dan longsor tersebut jelas terdegradasi multifungsinya.

1.3. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan terhadap ekosistem persawahan beririgasi, perlu diketahui pengembangan irigasi di indonesia dengan tujuan agar masyarakat petani dapat menikmati sistim persawahan beririgasi yang baik, petani dapat merasakan kemudahan didalam bertani dengan irigasi teknik yaitu bagamana air mengalir dengan sempurna melalui bendung yang menangkap air dari sumbernya dan air dibawa oleh saluran pembawa utama / primer kemudian sekunder, tersier dan kwarter ke daerah persawahan dan juga pemanfaatan sawah non irigasi( sawah lebak dan rawa ) yang menggunakan air hujan dan pengaruh pasang surut. Pemanfaatkan air irigasi dan teknik pertanian dengan sistem pembagian air dengan teratur yang pada akhirnya petani akan mendapatkan hasil sesuai dgn harapan.juga seperti cara pemupukan yang berlebihan akan menjadi permasalahan lingkungan seperti rusaknya zat zt yang terkandung dipermukaan tanah dan juga menimbulkan tumbuh tumbuhan lain yang akan merusak ekosistem lainnya seperti berkembangnya tumbuhan enceng gondok., permasalahan sekarang banyak terjadi kerusakan dan pencemaran di daerah persawahan beririgasi yang diakibatkan ulah manusia serperti perobahan peruntukkan daerah sawah menjadi pabrik, perumahan, perluasan daerah kampung maupun perkotaan,juga terjadi pembuangan air limbah sembarangan dari kota maupun pabrik yang pada akhirnya terjadi kerusakan dan pencemaran pada ekosistem daerah persawahan beririgasi.yang kadang kadang berlokasi dibagian hilir perkotaan.
Untuk itu perlu sekali diamati,dilihat dan dirasakan beberapa hal tersebut supaya dapat dipelajari bagaimana teori dan methodologinya serta diadakan pendekatan secara holistik dalam pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan di kawasan persawahan ber-irigasi. agar hal ini tidak terus menerus terjadi dan kemudian dapat dicari jalan terbaiknya.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persawahan beririgasi

Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan persawahan beririgasi , Dalam dunia modern saat ini banyak model irigasi yang dapat dilakukan oleh manusia. Menurut sejarah pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah dan tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu persatu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram. System irigasi ini sudah dimulai sejak masa Mesir kuno.
Irigasi adalah proses penambahan air untuk memenuhi kebutuhan lengas tanah bagi pertumbuhan tanaman. (Israelsen & Hansen, 1980). Sedangkan menurut PP 77/2001, Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi rawa. Menurut PP Irigasi No.20/2006, Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, pemanfaatan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Fungsi irigasi adalah memasok kebutuha air tanaman, menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan, menurunkan suhu tanah, mengurangi kerusakan akibat frost, dan melunakkan lapis keras pada saat pengolahan lahan. Irigasi dapat dibedakan berdasarkan jenis-jenisnya sesuai dengan kebutuhan, antara lain:

Irigasi permukaan

Irigasi permukaan merupakan system irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bending maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake), kemudia air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Didalam system ini, dikenal saluran primer, sekunder dan tersier. Pengatruran air dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapatkan air lebih dulu.
Irigasi lokal
Sistem ini, air didistribusikan dengan cara pipanisasi. Disini juga berlaku gaya gravitasi dimana lahan yang tinggi mendapatkan air lebih dahulu. Namun air yang disebarkan hanya terbatas sekali atau secara lokal.

Irigasi dengan penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakei penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.
Irigasi tradisional dengan ember
Diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Selain itu irigasi ini juga melakukan pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.
Irigasi Pompa air
Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudia dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau, irigasi ini dapat terus mengairi sawah.
Irigasi tanah kering dengan terasisasi
Di Afrika, sering dipakai sistem terasisasi untuk distribusi air.

2.2. Jenis Pencemaran

Pencemaran air terjadi apabila dalam air terdapat berbagai macam zat atau kondisi (misal Panas) yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Suatu sumber air dikatakan tercemar tidak hanya karena tercampur dengan bahan pencemar, akan tetapi apabila air tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tertentu, sebagai contoh suatu sumber air yang mengandung logam berat atau mengandung bakteri penyakit masih dapat digunakan untuk kebutuhan industri atau sebagai pembangkit tenaga listrik, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga (keperluan air minum, memasak, mandi dan mencuci).
Ada beberapa penyebab terjadinya pencemaran air antara lain apabila air terkontaminasi dengan bahan pencemar air seperti sampah rumah tangga, sampah limbah industri, sisa-sisa pupuk atau pestisida dari daerah pertanian, limbah rumah sakit, limbah kotoran ternak, partikulat-partikulat padat hasil kebakaran hutan dan gunung berapi yang meletus atau endapan hasil erosi tempat-tempat yang dilaluinya.

2.3. Dampak Pencemaran Air Untuk Irigasi

2.3.1. Akibat Bagi Kesehatan Manusia.
Pengaruh penggunaan air tercemar untuk irigasi pertanian bila kita kaji sebenarnya dapat berdampak positif dan negatif terhadap manusia, namun dampak positifnya hampir tidak ada satu pun kajian ilmiah yang mendukungnya, kecuali bahwa penggunaan air tercemar untuk irigasi terbukti selama ini mampu menghasilkan income bagi para petani serta menjaga ketahanan pangan di negeri ini. Sedangkan dampak negatif dari penggunaan air tercemar terkait dengan kesehatan manusia tidak perlu disangsikan banyaknya.
Kasus penggunaan air tercemar untuk irigasi yang sangat terkenal terhadap kesehatan manusia adalah kasus di Tanzania, air irigasi tercemar ini menjadi vector nyamuk Malaria yang menyebabkan Tanzania menjadi salah satu daerah endemic penyakit malaria sampai saat ini (Armon, 2002). Pengaruh negatif lain akibat penggunaan air tercemar dalam irigasi pertanian adalah kandungan air tercemar yang biasanya mengandung bakteri-bakteri patoghen dan racun-racun kimia, terkait dengan hal ini ada empat kelompok orang yang sangat berisiko tertular patoghen atau ‘teracuni’ zat kimia yaitu, 1) petani dan keluarganya, 2) buruh-buruh tani yang bekerja di lahan yang menggunakan air tercemar, 3) konsumen yang mengkonsumsi produk pertanian yang diolah dengan menggunakan air irigasi yang tercemar, dan 4) semua orang yang berdekatan dengan area pertanian yang menggunakan air tercemar terutama yang paling beresiko adalah anak-anak dan orang tua.

Air tercemar banyak mengandung organisme-organisme yang berbahaya dan menyebabkan banyak penyakit, di dalam air tercemar banyak pathogen yang mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama sampai tertransmisikan ke tubuh manusia, seperti cacing-cacing parasit (Braton, 1993), bakteri-bakteri patoghen (Armon, 2002), dan lain-lain. Penyakit cacingan yang kita kenal selama ini salah satu penyebabnya diakibatkan dari penggunaan air tercemar dalam irigasi, selain jeleknya sanitasi lingkungan. Penyakit lain selain yang disebabkan cacing adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen, bakteri-bakteri ini dilaporkan dapat mengancam pengguna air tercemar dalam irigasi dan menyebabkan penyakit seperti cholera, typhoid, shighellosis, gardiasis, dan amaebiasis.

Sedangkan dampak negatif yang terkait kandungan zat kimia berbahaya dalam air irigasi yang tercemar dapat dijelaskan sebagai berikut; biasanya zat kimia berbahaya yang terdedah dalam air yang tercemar adalah unsur-unsur logam. Pada jumlah kecil biasanya logam-logam ini secara biologis sangat diperlukan, namun dalam jumlah yang besar dapat membahayakan bagi tubuh. Beberapa zat kimia yang sering ditemukan pada air tercemar untuk irigasi antara lain adalah cobalt, tembaga, dan seng (Armon, 2002), hal ini dikarenakan tanaman tidak mengasorbsi zat kimia ini, dan dalam keadaan melebihi ambang batas dapat berbahaya bagi manusia dan tumbuhan itu sendiri, beberapa laporan penelitian mengindikasikan jika tubuh terdedah polutan ini dalam jangka waktu yang lama akibat mengkonsumsi hasil produksi pertanian yang tercemar dapat memicu terjadinya kanker.

2.3.2 Akibat Bagi Tanaman Pertanian

Akibat penggunaan air tercemar untuk irgasi pertanian bagi tanaman pertanian, paling tidak dapat diklasifikasikan menjadi dua akibat yaitu :
Akibat terhadap hasil produksi pertanian,
Akibat terhadap mutu produksi pertanian, seperti kehadiran polutan dalam hasil pertanian, perubahan rasa, dan lain-lain.
Harus diakui bahwa hampir sebagian besar air tercemar mengandung zat-zat organik yang dapat menyuburkan tanaman, namun kondisi sebenarnya dalam air tercemar biasanya zat organic ini dalam jumlah yang berlebihan, akibat dari hal ini yaitu menyebabkan kerusakan pada tanaman, sebagai contoh kelebihan kandungan nitrogen pada tanaman akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman secara vegetatif menjadi meningkat dari pada menghasilkan buah, selain itu dampak lainnya adalah mengakibatkan penundaan kemasakan buah, temuan ini biasanya ditemukan pada tanaman padi, jangung dan beberapa tanaman lain, bila hal ini terjadi maka dapat menimbulkan kerugian bagi petani karena turunnya produksi dan mutu hasil pertanian. Ancaman lain yang dihadapi adalah terkontaminasinya tanaman pertanian oleh logam-logam berat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman itu sendiri dan manusia yang mengkonsumsinya.

2.3.3 Akibat Bagi Tanah Pertanian

Tanah merupakan campuran dari mineral dan zat organik dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada tiap-tiap daerah, dengan alasan ini rasanya sangat sulit untuk mengkaji dan meneliti apakah penggunaan air tercemar (dengan pencemar zat organic) menyebabkan ‘masalah’ bagi tanah atau malah menyebabkan kesuburan bagi tanah. Sebagai contoh nitrogen merupakan salah satu zat organik yang banyak ditemukan dalam air yang tercemar. Nitrogen dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, misalkan nitrat, nitrit, ammonia, dan nitrogen itu sendiri, banyak tanaman hanya menyerap nitrat, tetapi bentuk lain ditranformasikan ke dalam tanah, namun sampai saat ini tidak ada kajian terhadap pengaruhnya bagi tanah. Permasalahan utama yang dihadapi oleh tanah, jika yang terbawa oleh air irigasi tercemar berupa logam, dalam jumlah yang normal logam ini tidak berdampak apapun bagi tanah namun dalam jumlah yang cukup besar dapat merusak struktur tanah, misalkan dapat meningkatkan PH tanah menjadi lebih asam atau lebih basa. Air irigasi tercemar yang membawa zat pencemar berbetuk solid lama-lama kelamaan akan mengumpul pada permukaan tanah dan menyebabkan tersumbatnya pori-pori tanah sehingga tanah menjadi tidak subur.


BAB III. KAJIAN PENDEKATAN HOLISTIK

Permasalahan mengenai penggunaan air untuk irigasi merupakan masalah yang mendesak untuk dipikirkan bagaimana mencari solusi penanganannya, sebelum masalah ini menjadi besar.maka Irigasi merupakan faktor kunci bagi ketahanan pangan di Indonesia, air untuk irigasi pertanian di Indonesia sebagian besar kebutuhannya dipenuhi dari pengunaan air permukaan seperti sungai, danau,waduk (bendungan) yang ditampung dalam bendung dan-bendungan, Akar masalah dari hal ini adalah tercemarnya air untuk irigasi persawahan akibat pembuangan limbah industri dan rumah tangga terutama pada air-air permukaan., Irigasi merupakan faktor kunci bagi ketahanan pangan di Indonesia, air untuk persawahan ber irigasi di Indonesia sebagian besar kebutuhannya dipenuhi dari penggunaan air permukaan seperti sungai, danau,waduk (bendungan) yang ditampung dalam bendung dan-bendungan Selain itu juga akibat pertambahan populasi dan perkembangan industri yang cukup pesat mengakibatkan produksi limbah industri dan domestik menjadi ikut-ikutan meningkat pula, dan hampir sebagian besar limbah-limbah tersebut dibuang seenaknya di saluran pembuang irigasi dan sungai-sungai tanpa terlebih dahulu melakukan treatment untuk mereduksi air. polutan-polutan berbahaya agar tidak terkontaminasi dalam air sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran
Persawahan di Indonesia saat ini juga sedang mengalami degradasi, sejalan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas lahan persawahan . Proses degradasi multifungsi lahan yang paling signifikan adalah konversi lahan persawahan , karena proses ini menghilangkan semua fungsi persawahan bersamaan dengan beralihnya fungsi lahan persawahan itu sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan terjadinya erosi dan longsor dan kebakaran hutan atau lahan, Kebakaran hutan atau lahan terjadi setiap tahun di Indonesia, Banjir dan longsor membawa tanah dari puncak atau lereng bukit ke tempat di bawahnya, dan menimbulkan kerusakan lahan persawahan baik di lokasi longsor maupun pada lahan persawahan yang tertimbun longsoran tanah, serta alur di antara kedua tempat tersebut. Lahan persawahan beririgasi yang terkena banjir dan longsor tersebut jelas terdegradasi multifungsinya.
Ada beberapa rekomendasi penanganan terkait dengan hal ini antara lain adalah:
Tindakan Pencegahan/Preventif
Polutan seperti logam berat, dan beberapa zat organik yang bersifat toksit yang dikeluarkan oleh industri biasanya sangat sulit untuk dihilangkan dari air yang tercemar, salah satu langkah yang paling sederhana adalah ‘mencegah’ terjadinya pengotoran limbah industri dan limbah domestik pada sumber daya air. Pabrik-pabrik diwajibkan mengolah limbah mereka sampai dengan tingkat aman sebelum dapat dibuang ke sungai-sungai, perlu juga dipromosikan cleaner industri processes, juga diperlukan pendidikan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan pada masyarakat sebagai penyumbang terbesar limbah domestik.

Treatment Terhadap Air Pencemar
Permasalahan utama dari permasalahan air saat ini adalah sebagian besar air permukaan sudah tercemar dengan tingkat yang semakin mengkhawatirkan dari wakti ke waktu. Terkait dengan hal tersebut selain tindakan preventif seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu langkah yang terpenting adalah usaha untuk ‘menyingkirkan’ polutan-polutan yang terlanjur terdedah di dalam air tercemar tersebut. Salah satu langkah yang dapat diambil terkait dengan hal ini adalah dengan melakukan treatment pada air yang sudah tercemar untuk menurunnkan kadar polutan dalam air sehingga layak untuk dimanfaatkan bagi kehidupan sehari-hari manusia termasuk irigasi.


3.1. Manajemen Air dan Penegakan Hukum

Dari semua solusi di atas tidak akan efketif jika tidak didukung oleh Political Will dari pemegang otoritas kebijakan. Pemegang kebijakan perlu mengeluarkan aturan yang memihak terhadap lingkungan tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi belaka. Banyak negara di dunia ini mempunyai sistem pemerintahan yang mal fungsi secara serius. Kebijakan yang diambil lembaga eksekutif dan legislatif, daerah kabupaten dan daerah propinsi sering kali overlaping, tidak konsisten dan yang lebih parah tidak peka terhadap permasalahan lingkungan, terutama dalam hal pengambilan keputusan yang berkaitan kebijakan terhadap lingkungan. Banyak hukum yang telah dibuat tidak ditegakkan dan dapat ’dibeli’, mengakibatkan tidak berwibawanya aturan yang berkaitan dengan lingkungan di mata para pengusaha-pengusaha besar industri pencemar air . Penyebab lainnya yang tidak kalah penting adalah korupsi di hampir sebagian besar lembaga-lembaga negara, hal ini mengakibatkan negara kesulitan menggalang dana untuk konservasi dan perlindungan lingkungan, karena dana tersebut habis dikorup oleh pejabat-pejabat negara.
Terkait dengan permasalahan tersebut diperlukan kebijakan-kebijakan yang memihak terhadap lingkungan selain mengejar keuntungan-keuntungan ekonomis. Kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam aturan-aturan atau perundangan ini tetntunya akan tidak berarti dan mandul, jika tidak didukung penegakan hukum yang tegas dalam implementasi di lapangan.

3.2. Rencana Umum Tata Ruang

Penentuan rencana umum tata ruang wilayah harus dilaksanakan sebaik mungkin karena hal ini merupakan faktor penting didalam menentukan perizinan didalam pembangunan dan penetapan daerah daerah yang akan dibangun dan dilestarikan seperti untuk pembangunan daerah persawahan , perumahan, kawasan industri, pertamanan dan hutan, hutan lindung dan hutan kota,dan bila perlu dilengkapi dengan rencana detail tata ruang wilayah sehingga benturan kepentingan tidak akan terjadi.

3.3 Inventarisasi Sungai dan Kawasan Persawahan.

Perlu diadakan inventarisasi terhadap sungai dengan karekteristik dan morpologinya,hal ini sangat diperlukan agar diketahui bagaimana sistem pembangunan terhadap kawasan persawahan beririgasi dan sekaligus dapat mengatur kawasan kawasan lain yang akan dibangun seperti kawasan perumahan dan industi,sekaligus dapat mengatur sistem pembuangan air limbah yang sudah ditreatment.sehingga dampak pencemaran terhadap air irigasi dapat dikurangi .


BAB IV PENUTUP

4.1. Penutup

Dengan mempelajari secara terus menerus permasalahan yang selalu terjadi maka akan diketahui sebab akibat dari permasalahan kerusakan dan pencemaran,dalam keadaan seperti sekarang ini dunia khususnya negara indonesia dan propinsi sumatra selatan sedang berkembang membangun daerah,dimana terkadang akibat dari pembangunan daerah sering melupakan masalah-masalah yang terkait dengan lingkungan, dan diharapkan dimasa yang akan datang ilmu-ilmu lingkungan dapat sesering mungkin di sosialisasikan kepada masyarakat, agar diketahui bersama oleh aparatur pemerintah, lembaga sosial kemasyarakan dan para cendikiawan. Kebijakan dalam peraturan per-undang-undangan juga sangat berarti untuk diterapkan yang harus didukung penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran kerusakan lingkungan.
Kajian secara holistik dalam pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan di kawa san persawahan ber-irigasi harus terus dipelajari sesuai dengan perkembangan pembangunan dinegara Indonesia,hal ini untuk diperlukan untuk kebutuhan tersedianya kawasan persawa han beririgasi yang akan menghasilkan bahan konsumsi masyarakat indonesia berupa beras,maka jika persawahan berigasi tersebut setiap tahun arealnya akan berkurang yang disebabkan kebutuhan akan perumahan,kawasan industri ,infra struktur lainnya dan lebih lebih lagi akibat erosi,longsor,kebakaran hutan maka penghasilan pangan beras yang diharapkan dari lahan persawahan berigasi akan berkurang, yang pada akhirnya kekurangan pangan itu akan ditutupi dengan meng impor beras dari negara lain,berarti untuk kebutuhan pangan beras yang di impor tersebut akan mengurangi devisa negara.
Dari hasil hasil pendalaman tersebut diatas perbaikan permasalahan kebutuhan akan persawahan beririgasi dan permasalahan degradasi lahan persawahan akibat kebutuhan masyarakat dan industri dan juga karena bencana alam seperti erosi,longsor dan kebakaran hutan serta polusi air limbah yang menyebabkan terkontaminasinya air,pencemaran air yang akan menurunnya kwalitas dan kwantitas beras hasil persawahan beririgasi sangan perlu dikaji secara terus menerus mengikuti perkembangan pembangunan secara holistik.yang pada akhirnya nanti permasalahan permasalahan tersebut dapat berkurang dan Indonesia akan menjadi negara pemerhati lingkungan dan penghasil pangan beras didunia.